Oleh: Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan)
Lagi, Krisis air bersih masih melanda di berbagai wilayah Kaltim, terutama di Balikpapan, Samarinda, Bontang, Kukar hingga IKN. Pasalnya, Krisis air kerap terjadi dikarenakan dengan berbagai alasan mulai dari penduduk yang makin padat di Balikpapan, Bontang dan Kukar. Ataupun dikarenakan ada perbaikan drainase selama sebulan di Samarinda.
Ancaman krisis air pun kian menjadi nyata, seiiring makin berkembangnya populasi dan industri di Kota Balikpapan. Teranyar, Balikpapan mengalami defisit air bersih hingga 1.900 liter per detik. Hal ini terjadi karena sumber baku air bersih seperti Waduk Teritip, Waduk Manggar, dan lainnya mengalami penurunan debit. Terlebih saat musim kemarau, situasinya akan lebih pelik. Karena waduk-waduk tersebut cenderung bersifat tadah hujan.
Pemkot Balikpapan pun mengalami problem yang dilematis. Misalnya, jika menggunakan air laut, harga air bersihnya mencapai Rp30 ribu per liter. Sementara opsi ambil air dari Mahakam, butuh proses yang sangat lama. Meskipun tengah berupaya menghadirkan air bersih dari sumber alternatif. Namun masih terkendala oleh beberapa hal. (kaltimfaktual.co).
Meskipun berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah dalam penyediaan air bersih yang bekerjasama dengan perusahaan. Mulai dari mencari sumber air alternatif, membangun proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) bekerjasama dengan swasta, opsi menggunakan air laut atau sungai, hingga wacana menggunakan air pada void bekas tambang.
Padahal, dari hasil riset Undip Semarang, sudah memastikan bahwa air pada void bekas tambang memiliki kandungan yang berbahaya. Disinyalir zat – zat ini akan mengganggu bagi kesehatan, serta konsentrasi keasaman tertentu bisa membunuh hewan, ikan dan tumbuhan.
Hal inilah yang dinilai Purwadi Akademisi dari Unmul bisa menjadi masalah, jika air void bekas tambang justru dijadikan sumber pemenuhan air minum.
Sebaiknya, pemerintah tidak gegabah dengan menjadikan bekas tambang sebagai sumber air. (arusbawah.co).
Alhasil, penduduk yang terdampak krisis air harus membeli air bersih dengan harga yang mahal. Kisaran harganya mulai dari Rp 120–150 ribu per tandon kapasitas 1.200 liter. Tentunya hal tersebut akan memberatkan masyarakat di tengah kesulitan hidup yang kini dirasakan. (kaltimpost.jawapos.com).
Lantas, apa yang menyebabkan sebagian wilayah Kaltim mengalami krisis air dan siapa yang bertanggung jawab menyediakan air bersih?
*Kapitalisasi Layanan Publik*
Miris, negeri ini sebuah negara maritim yang dikelilingi oleh lautan. Namun, kerap dilanda krisis air bersih. Layanan air bersih di sebagian wilayah di negeri ini masih menjadi problem. Terlebih lagi, yang diandalkan untuk menyediakan air bersih menggandeng swasta. Seolah negara abai dan lepas tangan dalam menyediakan layanan air bersih bagi rakyatnya secara menyeluruh.
Padahal, pemenuhan air bersih sesuatu yang urgen dan wajib dipenuhi oleh negara. Jika masyarakat kesulitan mendapatkan air, apalagi harus membayar mahal menandakan tidak amanahnya seorang penguasa. Menyerahkan tanggung jawab layanan publik pada swasta yang berorientasi pada keuntungan semata.
Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya kapitalisasi layanan publik yang menyebabkan rakyat sulit mengakses air bersih dan berbayar mahal. Privatisasi air merupakan hal yang lumrah terjadi dalam sisem ekonomi kapitalis.
Sistem ini memandang air sebagai barang dagangan yang diperjualbelikan. Wajar akhirnya tidak semua rakyat mampu mengakses air bersih karena keterbatasan dana dan bertambahnya jumlah penduduk. Sehingga dibutuhkan suatu sistem yang memandang air bersih adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara.
Selain itu, proyek pengadaan air bersih juga harus memperhatikan aspek kesehatan. Tidak sembarangan menentukan alternatif sumber air dengan memanfaatkan lubang bekas tambang sebagai sumber air bersih. Jangan sampai demi mendapatkan air harus mengorbankan kesehatan masyarakat.
*Negara Wajib Menyediakan Air*
Islam memandang air adalah hal yang urgen dan kebutuhan primer masyarakat. Sudah selayaknya negara menjamin semua rakyatnya dapat mengakses air bersih dengan mudah bahkan gratis. Sebab, hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pemimpin yang wajib mengurusi urusan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Artinya, negaralah yang wajib membangun infrastruktur dan mencari sumber air alternatif untuk menyuplai kebutuhan rakyat. Dengan menggunakan teknologi yang canggih dan keilmuan dari para tenaga ahli dikerahkan dengan optimal. Sepenuhnya didanai dari kas negara tanpa mengharapkan dana dari swasta.
Selain itu, sistem ekonomi Islam memandang air termasuk kepemilikan umum. Untuk itu haram menyerahkan kepemilikan sumber air bersih pada swasta. Air adalah harta milik umum wajib dikelola oleh negara dan pemanfaatannya semata-mata demi kepentingan masyarakat.
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Sepanjang peradaban Islam, banyak dibangun bendungan sebagai cadangan air bersih. Salah satunya di era Kekhalifahan Abbasiyah telah membangun sejumlah bendungan di Baghdad, Irak. Kebanyakan bendungan itu terletak di dekat Sungai Tigris. Para ahli pun mengakui hal tersebut dan menyatakan saat itu pembangunannya sudah menggunakan kemampuan teknik sipil yang tinggi.
Demikianlah, peradaban Islam pernah terbukti dan mampu menyediakan layanan air bersih. Sehingga rakyat tidak kesulitan mendapatkan air bersih secara merata dan gratis. Tanpa perlu khawatir kekurangan air meskipun di musim kemarau sebab negara telah melakukan antisipasi sebelumnya. Wallahu A’lam.