Oleh: Rina Rusaeny (Aktivis Mahasiswa)
Tawuran remaja yang kian marak telah menjadi ancaman serius bagi generasi muda. Hampir setiap tahunnya media massa menyajikan berita tentang tawuran antarpelajar. Tawuran anatrpelajar seakan-akan seperti warisan turun temurun yang entah sampai kapan berakhirnya. Korban jiwa terus bertambah, bahkan yang menjadi korban bukan hanya pelaku tawuran, tetapi juga orang-orang yang tidak bersalah, seperti pelajar lain atau pengendara yang sedang melintas.
Salah satu kasusnya terjadi di Samarinda. Berawal dari perselisihan di media sosial berujung pada aksi tawuran pelajar. Beruntung, pihak kepolisian berhasil meredam situasi. Sat Samapta Polresta Samarinda langsung bergerak cepat ke lokasi kejadian di Jalan Tongkol. Keributan antar pelajar SMPN 21 dan SMPN 9 yang terjadi pada Jumat siang, pukul 11.30 WITA.
Dalam upaya mencegah tawuran pelajar, Polsek Kawasan Pelabuhan Samarinda telah melakukan apel pembinaan di SMKN 7 Samarinda. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh siswa, guru, dan kepala sekolah. Dalam arahannya, Kanit Samapta Polsek Kawasan Pelabuhan Samarinda, Iptu Kasidi, S.H., menekankan pentingnya tertib berlalu lintas, bahaya narkoba, dan bijak menggunakan media sosial. Dalam kegiatan tersebut Iptu Kasidi, S. H., menghimbau kepada seluruh siswa-siswi agar mampu menjaga diri dengan baik. Jangan mudah terjerumus dalam pergaulan yang menyesatkan dan bernilai negatif.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya yaitu penyuluhan. Namun, mengapa dengan upaya tersebut kekerasan antarpelajar makin marak? Apa faktor-faktor yang mendorong remaja untuk terlibat dalam aksi tawuran? bagaimana agar pelajar kembali menjadi generasi yang diharapkan bangsa?
Mengurai Masalah Tawuran, Mengapa Makin Marak?
Maraknya tawuran antarpelajar adalah ancaman serius bagi masa depan bangsa. Jika dibiarkan, masalah ini akan terus meluas dan berdampak buruk pada generasi mendatang. Dari pemaparan fakta di atas, jika di telisik secara mendalam faktor pemicu tawuran pelajar disebabkan dua faktor, yaitu internal dan eksternal.
Faktor internal yang berasal dalam diri remaja. Pertama, krisis identitas. Sistem sekuler telah mengikis identitas Islam remaja, membuat mereka kehilangan arah dan tujuan hidup. Tanpa pondasi akidah yang kuat, remaja cenderung mengikuti tren dan gaya hidup hedonis yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Akibatnya, mereka kehilangan jati diri sebagai seorang muslim dan sulit membedakan mana yang benar dan salah.
Kedua, lemahnya kontrol diri. Kurangnya pemahaman agama membuat remaja sulit mengendalikan emosi dan hawa nafsu. Mereka mudah terprovokasi, impulsif, dan cenderung bertindak kekerasan. Selain itu, minimnya nilai-nilai moral membuat mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab atas tindakannya.
Ketiga, ketidakmampuan mengelola konflik. Remaja yang mengalami krisis identitas dan lemah kontrol diri cenderung kesulitan dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang baik. Mereka lebih memilih untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan, seperti tawuran.
Adapun faktor eksternal yang berasal dari luar diri remaja. Pertama, lingkungan keluarga yang kurang kondusif. Keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama bagi remaja memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter. Jika orang tua tidak memberikan pendidikan agama yang baik, remaja akan tumbuh tanpa panutan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar.
Kedua, lingkungan sekolah yang tidak mendukung. Sekolah seharusnya menjadi tempat menimba ilmu dan pembentukan karakter. Namun, pendidikan di sekolah tidak memberikan pendidikan agama yang cukup dan hanya berfokus pada pencapaian nilai-nilai akademik diatas kertas, tetapi abai pada pembinaan kepribadian pelajar.
Ketiga, pengaruh teman sebaya. Teman sebaya memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku remaja. Jika teman-teman di sekitar mereka cenderung melakukan hal-hal negatif, seperti tawuran, maka remaja akan mudah terpengaruh untuk ikut-ikutan.
Ke-empat, pengaruh tayangan media yang tidak mendidik. Maraknya kasus tawuran yang terjadi di media sudah menjadi rahasia umum misalnya kartun, anime, dan game online yang menampilkan banyak kekerasan fisik. Hal ini dapat mendorong mereka untuk melakukan tindakan kekerasan.
Kelima, Sistem hukum yang tidak menjerakan para pelaku. Pelaku dianggap masih anak-anak karena belum berusia 18 tahun. Akibatnya, hukum tidak bisa berlaku tegas meski mereka berbuat kriminal dengan melukai orang lain. Para pelaku hanya diberikan pembinaan, setelah itu pelaku dilepaskan kembali. Besar kemungkinan mereka akan mengulanginya kembali.
Melihat beberapa faktor di atas, sungguhnya yang menjadi akar permasalahan maraknya kasus tawuran antarpelajar adalah pemahaman sekuler liberal yang tertancap kuat disendi-sendi kehidupan. Cara pandang sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan melahirkan individu-individu yang tidak takut melakukan kemaksiatan. Alhasil, perilakunya tidak terikat apa pun, kecuali oleh hawa nafsunya. Cara pandang liberal, yaitu pemahaman yang menjadikan seseorang bebas berbuat semaunya tanpa memandang nilai-nilai agama.
Jika cara pandang seseorang dilandasi cara pandang sekuler liberal, ia akan menjadi pribadi yang kehilangan arah dan tujuan hidup. Ia tidak mengenal hakikat penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada Allah Taala. Hidupnya hanya diliputi dengan keinginan dunia dan mengejar pemuasan nafsu semata. Energi remaja yang seharusnya diarahkan untuk hal-hal positif justru tercurah pada tindakan kekerasan dan kenakalan lainnya. Pergaulan bebas, aborsi, geng motor, dan penyalahgunaan narkoba adalah beberapa contoh nyata dari dampak buruk sistem pendidikan sekuler kapitalis. Akibatnya, bangsa ini kehilangan generasi emas yang seharusnya menjadi penerus bangsa.
Inilah kegagalan negara yang menganut sistem sekuler kapitalis dalam menyelesaikan berbagai masalah salah satunya tawuran. Negara seolah abai terhadap akhlak anak bangsa dan lebih mengutamakan keuntungan materi. Negara tidak menjadikan ayat-ayat Alquran sebagai landasan. sehingga kebijakannya sering bertentangan dengan ajaran agama Islam. Agar dapat melahirkan remaja yang tumbuh dengan akhlak yang mulia dan jauh dari perilaku negatif seperti tawuran, kita perlu membangun sistem pendidikan yang berbasis nilai-nilai Islam secara menyeluruh. Sistem yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang menimpa manusia.
Islam Mampu Memberantas Tawuran
Islam merupakan agama sekaligus ideologi yang memiliki aturan sempurna dan paripurna. Islam telah menetapkan bahwa untuk menyelamatkan generasi dari segala bentuk kezaliman ataupun terlibatnya mereka dalam tawuran semua pihak harus terlibat, bukan hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Negara juga memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam mewujudkan anak-anak tangguh berkepribadian Islam sehingga senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, termasuk tawuran.
Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan solusi tawuran hanya akan terwujud dengan tiga pilar sebagai berikut;
Pertama, Ketakwaan individu dan keluarga. Hal ini akan mendorong setiap individu untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Keluarga juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam di dalamnya. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya.
Kedua, kontrol masyarakat. Hal ini akan menguatkan hal yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai tindakan brutal dan kejahatan yang dilakukanremaja. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalkan.
Ketiga, peran negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, termasuk tawuran. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam yang andal sehingga terhindar dari berbagai perilaku kasar, zalim, dan maksiat lainnya.
Ke-empat, peran media. Media dalam Islam berfungsi memberikan pendidikan, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Negara akan menutup tayangan-tayangan yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim, seperti tayangan yang merusak di televisi atau media sosial baik berupa kartun, anime dan game online.
Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang secara sempurna dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi permasalahan tawuran. Ini semua hanya akan terealisasi jika aturan Islam diterapkan secara totalitas dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiah. Sebagimana sabda Rasulullah saw, “Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).
Negara Islam juga menetapakan sanksi tegas kepada pelaku tindak kejahatan. Misalnya, Anak di bawah umur yang melakukan perbuatan kriminal (jarimah), seperti mencuri, melakukan pengeroyokan (tawuran), perundungan secara fisik, dan sebagainya, tidak dapat dijatuhi sanksi pidana Islam (‘uqubat syar’iyyah), baik hudud, jinayah, mukhalafat, maupun takzir. Ini karena anak di bawah umur belum tergolong mukalaf, sedangkan syarat mukalaf adalah akil (berakal), balig (dewasa), dan mukhtar (melakukan perbuatan atas dasar pilihan sadar, bukan karena dipaksa atau berbuat di luar kuasanya).
Adapun jika pada seseorang sudah terdapat satu atau lebih di antara tanda-tanda balig (‘alamat al-bulugh) sebagaimana ditetapkan syariat, berarti ia sudah dianggap mukalaf dan dapat dijatuhi sanksi jika melakukan perbuatan kriminal. Sanksi yang dijatuhkan bagi orang yang menyakiti organ tubuh atau tulang manusia adalah diyat.
Rasulullah saw. bersabda, “Pada dua biji mata, dikenakan diyat. Pada satu biji mata, diatnya 50 ekor unta. Pada dua daun telinga dikenakan diyat penuh.” (Abdurrahman al-Maliki, Nizhamul ‘Uqubat).
Demikianlah solusi Islam untuk menghentikan kekerasan pada generasi. Membutuhkan semua pihak untuk bertanggung jawab baik dari individu, keluarga, masyarakat, sekolah, dan negara. Alhasil, solusinya hanya akan terwujud dengan penerapan sistem Islam di bawah institusi negara Khilafah yang yang telah terbukti menghasilkan generasi berkualitas.
Wallahualam bissawab